PENDIDIKAN KELUARGA DAN PERISTIWA ISRA MI'RAJ



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban. Allah Swt. telah menciptakan manusia dengan berbagai macam ras, suku bangsa, bahasa, dan sebagainya yang saling berpasang-pasangan. Begitu pula dengan hak dan kewajiban, setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda-beda dan keduanya harus dilaksanakan dengan seimbang.
Dalam Psikologi Pendidikan dibahas tentang factor fartor yang mempengaruhi dinamika perkembangan peserta didik diantaranya adalah Lingkungan Keluarga. Seorang anak akan memiliki moral, sopan santun kepada guru, teman sebaya, dan masyarakat terjadi apabila seorang anak tersebut dibentuk karakternya dari lingkungan yang pertama kali ia kenal yaitu lingkungan keluarga. Dengan menghormti kedua orang tuanya, maka ia juga akan dapat menghargai siapapun yang berhubungan dengannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa etika berarti ilmu tentang apa yang baik dan tentang apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Sebagaimana telah diketahui, islam adalah sebuah agama yang memiliki ajaran-ajaran yang mulia, komprehesif dan universal, dimana sumber utamanya adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Ajaran-ajaran Islam yang mulia ini harus ditransfer dan ditanamkan kepada anak melalui pendidikan dalam keluarga. Keharmonisan antara Orang tua dan anak dapat dibangun sejumlah prinsip etika komunikasi dalam islam seperti Qawlan, Karima, Qawlan sadida, Qawlan ma’rufa, Qawlan baligha, Qawlan layyina, dan Qawlan maisyura
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tafsir Q.S al-Isra (17) : 23-24 ?
2.      Bagaimana tafsir Q.S Luqman (31) : 14-15 ?
3.      Bagaimana tafsir Q.S Hud (11) : 81 ?
4.      Bagaimana tafsir Q.S al-Isra (17) : 1 dan 6 ?
5.      Bagaimana tafsir Q.S a-Dukhan (44) : 23?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan tentang tafsir Q.S al-Isra (17) : 23-24
2.      Menjelaskan tentang  tafsir Q.S Luqman (31) : 14-15
3.      Menjelaskan tentang tafsir Q.S Hud (11) : 81
4.      Menjelaskan  tentang tafsir Q.S al-Isra (17) : 1 dan 6
5.      Menjelaskan tentang tafsir Q.S a-Dukhan (44) : 23













BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pendidikan Keluarga
1.      Q.S Al-Isra (17) : 23-24

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ
o أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاًكَرِيمًا

Artinya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya  kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkatan "ah" dan janganlah kamu membentak keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia." (Q.S. Al Isra' : 23)

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي
o صَغِيرًا   
Artinya : "Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku ! Sayangilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil." (Q.S. Al Isra' : 24)

a.      Tarjim Mufrodat
Q.S al-Isra ayat 23 :

Dan Tuhanmu telah memerintahkan : وَقَضَى رَبُّكَ :
Agar kalian tidak menyembah : أَلاَّ تَعْبُدُواْ
 Kecuali : إِلاَّ
Hanya kepadaNya : إِيَّاهُ
Dan kepada kedua orang tua : وَبِالْوَالِدَيْنِ
Berbuat baiklah:    إِحْسَا نًا
 Jikalau : إِمَّا
Salah satu dari keduanya dalam :  يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَاَحَدُ هُمَا
Pemeliharaanmu sampai benar-benar usia tua
Atau :  أَو
Kedua-duanya : كِلاَهُمَا
Maka janganlah engkau mengatakan : فَلاَ تَقُل
Kepada keduanya : لَّهُمَا
“ah” : أُفٍّ
Dan jangan engkau membentak keduanya : وَلاَ تَنْهَرْهُمَا
Dan katakanlah : وَقُل
Kepada keduanya : لَّهُمَا
Perkataan mulia : قَوْلاًكَرِيمًا

Q.S al-Isra ayat 24:

Dan merendahlah : وَاخْفِضْ
Kepada keduanya : لَهُمَا
Penuh ketaatan : جَنَاحَ الذُّلِّ
Dengan kasih sayang : مِنَ الرَّحْمَةِ
Dan ucapkanlah : وَقُل
Wahai Tuhanku : رَبِّ
            Sayangilah keduanya : ارْحَمْهُمَا
Sebagaimana mendidikku : كَمَا رَبَّيَانِي
Waktu kecil : صَغِيْرًا

b.      Tafsir Mufaradat

Memberi keputusan dan memerintah : قَضَى
Nama suara untuk menyatakan kejengkelan dan sakit :  اُفّ
Orang mengatakan :
لاَ تَقُلْ لِفُلاَنٍ اُفٍّ
Janganlah kamu mengganggu si fulan dengan suatu gangguan pun atau hal yang tidak disukai.
Mencegah dengan kasar :   النَّهْر
Bersikap baik tanpa kekerasan :كَرِيْم

Ar-Ragib mengatakan : Segala sesuatu yang terhormat dalan bangsanya, disebut Karim (mulia)
Merendahkan (sayap) : خَفْضُ الْجَنَاحْ
Yang dimaksud ialah tawadhu’ dan merendahkan diri.
Karena sangat sayangnya kamu terhadap orang tua : مِنَ الرَّحْمَة

Bersumber dari Tafsir Al-Maraghi, bahwasanya Q.S al-Isra (17) : 23-24 menerangkan tidak ada karunia yang sampai kepada manusia yang lebih banyak dibanding karunia Allah yang diberikan kepadanya, kemudian karunia dua orangtua. Oleh karena itu Allah memulai dengan memerintah supaya bersyukur atas nikmatNya terlebih dahulu dengan firmanNya :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ
Kemudian, dilanjutkan dengan suruhan agar bersyukur atas karunia dua orang tua dengan firmanNya;
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Kemudian Allah menerangkan lebih jelas perbuatan baik apa yang wajib dilakukan terhadap kedua orang tua, dengan firmanNya;
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاًكَرِيمً وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Apabila dua orang tua atau salah seorang diantaranya berada disisimu hingga mencapai keadaan lemah, tidak berdaya dan tetap berada disisimu pada akhir hayatnya, sebagaimana kamu berada di sisi mereka pada awal umurmu, maka kamu wajib belas kasih dan sayang terhadap keduanya. Kamu harus memperlakukan kepada keduanya sebagaimana orang yang bersyukur terhadap  orang yang telah memberi karunia kepadanya. Perlakuan itu akan menjadi nyata bila kamu lakukan kepada keduanya lima hal berikut;
a.       Janganlah merasa jengkel terhadap sesuatu yang kamu lihat dilakukan oleh salah satu dari orang tua atau keduanya yang mungkin dapat menyakitkan hati orang lain, tetapi bersabarlah menghadapi semua itu, sebagaimana kedua orang itu pernah bersikap sabar terhadapmu ketika kamu kecil
b.      Janganlah menyusahkan keduanya dengan suatu perkataan yang membuat mereka tersinggung. Hal ini merupakan larangan menampakkan rasa tak senang terhadap mereka berdua dengan perkataan yang disampaikan bernada menolak atau mendustakan mereka berdua, disamping ada larangan untuk menampakkan kejemuan, baik sedikit ataupun banyak.
c.       Ucapkanlah dengan ucapan yang baik kepada kedua orang tua dan perkataan yang manis, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, sesuai dengan kesopanan yang baik, dan sesuai dengan tuntunan kepribadian yang luhur. Dan janganlah kamu memanggil orang tua dengan nama mereka, jangan pula kamu meninggikan suaramu di hadapan orang tua.
Ibn Jarir dan Ibn Munzir telah mengeluarkan sebuah riwayat dari abuk Haddaj yang katanya; ‘Pernah saya berkata kepada Sa’id bin Musayyab, segala apa yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Quran mengenai birrul walidain, saya telah tahu, kecuali firmanNya:

 وَقُل لَّهُمَا قَوْلاًكَرِيمً
Apa yang dimaksud perkataan  yang mulia pada ayat ini?
Maka, Ibnu Musayyab berkata; ‘Yaitu seperti perkataan seorang budak yang berdosa di hadapan tuannya.’
d.      Bersikaplah kepada kedua orang tua dengan sikap tawadhu’ dan merendahlan diri, dan taatlah kepada mereka berdua dalam segala hal yang diperintahkan, selama tidak berupa kemaksiatan kepada Allah. Yakni, sikap yang ditimbulkan oleh belas kasih dan sayang dari mereka berdua, karena mereka benar-benar memerlukan orang yang bersifat patuh pada mereka. Dan seperti itulah, puncak ketawadhu’an yang harus dilakukan.  

c.       Syarah Ayat dan Hadits Terkait

مَنْ اَرْضَى وَالِدَيْهِ فَقَدْ أَرْضَى اللَّهَ وَمَنْ أَسْخَطَ وَالِدَيْهِ فَقَدْ أَسْخَطَ اللَّهَ . (رواه البخارى)

Siapa orang yang merelakan diri kedua orang tuanya, berarti ia rela (senang) kepada Allah. Dan siapa yang memerahi orang tuanya, maka ia sepserti memarahi Allah.
مَنْ بَرَّ واَلِدَيْهِ طُوْبَى لَهُ وَزَادَاللَّهُ فيْ عُمُرِهِ. (رواه البخأرى)

Siapa orangnya yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya, akan menjadikan ia sebagai orang yang paling baik dan akan dipanjangkan umurnya. (HR. Bukhari)

لاَتَرْغَبُوْا عَنْ اَبَا ئِكُمْ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ أَبَوَيْهِ فَقَدْ كَفَرَ. (رواه البخاري)

Janganlah kamu membenci ayah dan ibumu. Maka siapa orangnya yang membenci kedua orang tuanya, ia telah menjadi kafir (Berdosa). (HR. Bukhari)


حَدِيْثُ أَبِيْ هُرَيْرَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَ رَجُلُ اِلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ اَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَا بَتِيْ قَا لَ اُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ اُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ اَبُوْكَ .

Diriwayatkan dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia telah berkata “Ada seorang lelaki menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi sallam seraya berkata: “Siapakah manusia yang paling berhak aku layani dengan sebaik mungkin?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi sallam bersabda: Ibumu. “Dia bertanya lagi: Kemudian siapa?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi sallam bersabda: “ Kemudian Ibumu.” Dia terus bertanya: Kemudian siapa? “Rasulullah shallallahu ‘alaihi sallam bersabda: Kemudian siapa? “Rasulullah shallallahu ‘alaihi sallam bنَersabda:” Kemudian ayahmu.”

حَدِيْثُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : جَاءَ رَجُلُ اِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهِ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ يَسْتَأْذِ نُهُ فِيْ الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيِّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيْهِمَافَجَاهِدُ .

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma. Dia telah berkata: “Ada seorang lelaki menemui Nabi shallallahu ‘alaihi sallam, dia minta izin supaya diperkenankan untuk turut berperang. Nabi shallallahu ‘alaihi sallam bersabda: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup? “lelaki itu menjawab: Ya. Masih hidup.” Nabi shallallahu ‘alaihi sallam bersabda: “Berbuat baiklah kepada meraka, (setelah itu) ikutlah perang!”

d.      Pokok Kandungan Ayat
1.      Allah memerintahkan hambaNya untuk beribadah kepadaNya saja, yang tiada sekutu bagiNya.
2.      Allah menyertakan perintah ibadah kepada-Nya dengan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua.
3.      Termasuk berbakti kepada kedua orang tua adalah ihsan (berlaku baik) kepeda keduanya dengan tidak menunjukan pertentangan atau durhaka kepada keduanya. Karena tindakan seperti itu disepakati termasuk dosa besar

e.       Kesimpulan

Bahwa Allah Swt. Benar-benar mewasiatkan mengenai kedua orang  tua secara serius, sehingga siapa pun yang durhaka terhadap kedua orang tua akan bangun bulu romanya dan ngeri mendengarnya, karena wasiat itu allah mulai dengan perintah supaya bertauhid  kepadaNya. Kemudian kewajiban tersebut digenapkan dengan kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua. Setelah itu perintah untuk memelihara kedua orang tua itu diketatkan sehingga tidak memberi keringanan dalam bentuk kata-kata yang palih remeh sekalipun, yang terucapkan oleh seseorang yang merasa jemu terhadap orang tua, sekalipun banyak hal yang menyebabkan kejemuan, dan mengalami keadaan-keadaan yang hampir tak tertanggungkan oleh manusia untuk bersabar. Dan agar orang merendahkan diri, tunduk kepada kedua orang tua,kemudian ditutuplah ayat mengenai birrul walidain dengan do’a untuk mereka berdua, dan permohonan rahmat atas mereka. Oleh karena belas kasih sayang Allah Ta’ala terhadap kedua orang tua, maka kelima hal tersebut Allah gandengkan dengan ke-EsaanNya dan larangan syirik terhadapnya.


2.      Q.S Luqman (31) : 14-15
                                                                                  
وَوَصَّيْنَا الْاِ نْسَا نَ بِواَلِدَ يْهِ حَمَلَتْهُ اُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَّفِصَلُهُ فِيْ عَا مَيْنِ اَنِاشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ .
Artinya :
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua orang tuamua. Hanya kepadaKu kembalimu.” (Q.S Luqman (31) : 14)

وَاِنْ جَاهَدَكَ عَلَى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَا حِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا وَاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّ ثُمَّ اِلّيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ.
Artinya :
“Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya dan pergauilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepadaKu tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamua apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S Luqman (31) : 15)


a.      Tarjim Mufrodat
Q.S Luqman (31) : 14

Dan Kami wasiatkan (perintahkan) : وَوَصَّيْنَا
Manusia : الاِنْسَانَ
(berbakti) kepada kedua orang tuanya :بِواَلِدَيْهِ
Ibunya telah mengandungnya :حَمَلَتْهُ اُمُّهُ
Keadaan Lemah : وَهْنًا
Di atas kelemahan : عَلَى وَهْنٍ
Dan menyapihnya :وَفِصَلُهُ
Pada (usia) dua tahun : فِيْ عَا مَيْنِ
Hendaklah engkau bersyukur :اَنِ اشْكُرْ
kepadaKu :لِيْ
dan kepada kedua orangtuamu :وَلِوَالِدَيْكَ
( hanya ) kepadaKu :اِلَيَّ
Tempat kembali : الْمَصِيْرُ


Q.S Luqman (31) : 15

Dan jika keduanya memaksamu : وَاِنْ جَاهَدَكَ
Agar engkau menyekutukan : عَلَى اَنْ تُشْرِكَ
denganKu :بِيْ
apa yang tidak (ada) : مَا لَيْسَ
bagimu :لَكَ
tentangnya :بِهِ
ilmu :عِلْمٌ
naka janganlah engkau taati keduanya :فَلاَ تُطِعْهُمَا
dan pergauilah keduanya :وَصَحِبْهُمَا
di dunia :فِالدُّنْيَا
baik :مَعْرُوْفًا
dan ikutilah :وَاتَّبِعْ
orang yang kembali :سَبِيْلَ مَنْ اَنَا بَ
kepadaKu :اِلَيَّ
kemudian : ثُمَّ
kepadaKu : اِلَيَّ
tempat kalian kembali :مَرْجِعُكُمْ
lalu Aku akan beritahu kalian :فَاُنَبِّئُكُمْ
dengan apa yang (kalian) adalah :بِمَا كُنْتُمْ
(kalian) kerjakan :تَعْمَلُوْنَ



b.      Tafsir Mufaradat
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ

ayat tersebut Allah mewasiatkan agar manusia berbakti kepada ibu-bapaknya. Kami Mewasiatkan mengandung arti bahwa pean itu sangatlah kuat kepada manusia karena menyangkut tentang ibu bapaknya.
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“….ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.”
Pesan tersebut disebabkan oleh kelemahan-kelemahan ibunya ketika mengandung. Karena semakin hari bayi yang ada di rahimnya semakin tumbuh, maka keadaan sang ibu mulai melemah. Lalu Melahirkanya dengan susah payah. Kemudian memeliharanya siang maupun malam tak mengenal lelah. Kemudian Allah mewasiatkan kepada manusia untuk bersyukur atas semua kebahagiaan. Selain itu juga bersyukur kepada kedua orang tua karena mereka adalah perantara kita. Kesukuran ini mutlak dilakukan karena hanya kepada Allah lah tempat kita kembali.
Ayat tersebut menjelaskan betapa penting peran seorang Ibu untuk menghidupi anaknya. Semua kesulitan-kesulitan tersebut dirasakannya sendiri, meskipun kita tidak dapat menafikan peran seorang ayah yang bertanggung jawab memenuhi keperluan ibu dalam melahirkan bayi. Hal ini dapat sedikit membantu meringankan beban seorang ibu. Untuk itu, selain berdoa untuk ibu, berdoa pulalah untuk ayah sebagaimana berdoa untuk ibu yang diajarkan dalam Qur’an surat Al-Isra ayat 24.
Kalimat (وفصاله في عامين) mengisayaratkan bahwa penyusuan itu sangtlah penting. Lama menyusui yang ideal adalah 2 tahun oleh ibu kandung. Tujuan menyusui bukan hanya untuk memelihara kelangsungan hidup anak, tetapi agar anak dalam keadaan prima dan sehat. Di dalam air susu terdapat kolostrom yang dapat memperkuat daya tahan anak.
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا
“dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…”
Jika orang tua mendesak supaya kamu mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka janganlah kamu menaati ibu bapakmu. Setelah ayat-ayat yang menekankan pentingnya berbakti kepada ibu bapak, maka kini diuraikan pengecualian dalam menaati perntah kedua orang tua, sekaligus meggarisbawahi wasiat tersebut tentang keharusan meninggalkan kemusyrikan dalam bentuk serta kapan dan dimanapun. Namun apabila demikian, janganlah memutuskan hubungan dengannya atau tidak menghormatinya. Berbaktilah selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“….pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu. Maka kuberitahu apa yang kamu kerjakan..”
Perlakukanlah kedua orang tuamu dalam semua masalah keduniaan dengn cara yang paling baik sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi. Seperti tetap memberi makan, pakaian perumahan bergaul dengan baik dan lain sebagainya. Tetapi jangan sampai hal ini mengorbankan prinsip agama, karena itu perhatikan tuntunan agama dan ikutilah jalan orang yang kembali ke pada Allah dalam segala urusan. Kewajiban menghormati dan menjalin hubungan baik dengan ibu bapak, menjadikan sementara ulama berpendapat bahwa seorang anak boleh saja membelikan buat ibu bapaknya yang kafir dan fakir minuman keras kalau mereka telah terbiasa dan senang meminumnya, karena meminum minuman keras buat orang kafir bukanlah sesuatu yang munkar. Memperlakukan kedua orang tua dengan baikmeringankan beban tugas itu, karena ia hanya untuk sementara, yakni selama hidup di dunia yang hari-harinya terbatas, sehingga tidak mengapa memikul beban kebaktian kepadanya.
 Pada hari kiamat, firman Allah lagi kamu kembali kepada-Ku lalu Aku memeberitahu kamu tentang apa yang telah kamu kerjakan di dunia. Dan Allah memberi balasan atas amal pekerjaan manusia.

c.       Asbab an-Nuzul
Ath-Thabrani berkata dalam kitab al-‘Asyrah, dari Dawud bin Abi Hind, bahwa Sa’ad bin Malik berkata: “Diturunkan ayat ini: wa in jaaHadaaka ‘alaa an tusyrikabii maa laisa laka biHii ‘ilmun falaa tuthi’Humaa (“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutuakn dengan-Ku sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.”) dan ayat seterusnya. Dahulu aku adalah seorang laki-laki yang berbakti kepada ibuku, lalu ketika aku masuk Islam ibuku berkata: ‘Hai Sa’ad, apa yang terjadi padamu apa yang aku lihat ini? Engkau akan tinggalkan agamamu ini atau aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati. Maka karena aku, engkau akan dipanggil: hai pembunuh ibunya.’ Lalu aku berkata: ‘Jangan engkau lakukan hai ibu. Karena aku tidak akan meninggalkan agamaku karena apapun.’ Maka dia melakukannya satu hari satu malam tidak makan, dia telah bersungguh-sungguh untuk melakukan hal itu. Lalu iapun melakukannya pula satu hari satu malam tidak makan, diapun berusaha untuk melakukan itu. Lalu iapun melakukan lagi satu hari satu malam tidak makan, dia sangat bersungguh-sungguh untuk melakukan itu. Setelah aku menyaksikan ibuku seperti itu, aku berkata kepadanya: ‘Wahai ibuku, harap engkau ketahui. Demi Allah, seandainya engkau memiliki seratus jiwa dan jiwa itu satu persatu meninggalkanmu, agar aku meninggalkan agamaku, demi Allah aku tidak akan meninggalkan agamaku, demi Allah aku tidak akan meninggalkan agamaku ini apa pun yang terjadi. Maka makanlah kalau mau engkau makan, kalau tidak mau itu terserah pada ibu.’ Lalu iapun makan.”

d.      Pokok Kandungan Ayat
1.      Mengukuhkan tauhid dan mebuang jauh kemusyrikan.
2.      Menjelaskn hikmah, yaitu syukur kepada Allah dengan mentaati dan mengingat-Nya, karena tidak bersyukur kecuali orang yang berakal dan mengerti.
3.      Disyariatkan memberikan nasihat dan pelajaran baik bagi orang tua dan muda, bagi kerabat dan bukan kerabat.
4.      Menjelaskan masa menyusui anak, yaitu tidak lebih dari dua tahun
5.      Menetapkan prinsip tidak boleh taat kepada makhluk dalam hal maksiat kepada Allah dengan tidak mentaati kedua orangtua dalam hal yang tidak baik.
6.      Wajib mentaati jalan orang-orang yang beriman yang konsisten dalam mentaati Allah.

e.       Kesimpulan
Wasiat Luqman kepada anaknya mengandung hukum-hukum penting. Luqman memerintahkan kepada anaknya dasar agama, yaitu tauhid dan melarangnya berbuat syirk, serta menerangkan pula sebab untuk menjauhinya. Beliau juga memerintahkan berbakti kepada kedua orang tua dan menerangkan sebab yang mengharuskan untuk berbakti kepada keduanya. Beliau juga memerintahkan anaknya untuk bersyukur kepada Allah dan bersyukur kepada kedua orang tuanya, dan menerangkan, bahwa menaati perintah orang tua tetap dilakukan selama orang tua tidak memerintahkan berbuat maksiat, meskipun begitu, seseorang tetap tidak boleh mendurhakai orang tua, bahkan tetap berbuat baik kepada keduanya


B.   Peristiw Isra Mi’raj
1.      Q.S Hud (11) : 81

قَالُوا يَا لُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَنْ يَصِلُوا إِلَيْكَ ۖ فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِنَ اللَّيْلِ وَلَا يَلْتَفِت   مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا امْرَأَتَكَ ۖ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ ۚ إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ ۚ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ
Artinya :
“Para utusan (malaikat) berkata: "Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?" (Q.S Hud (11) : 81)

a.      Tarjim Mufrodat
Berkata (mereka/utusan Allah) : قَالُوْا
Wahai Luth : يَلُوْطُ
Sesungguhnya kami :اِنَّا
Para utusan Tuhanmu :رُسُلُ رَبِّكَ
Tidak akan sampai (kaum Luth) :لَنْ يَصِلُوْا
Kepadamu :اِلَيْكَ
Maka berjalanlah engkau :فَاَسْرِ
Dengan keluargamu :بِاَهْلِكَ
Pada bagian akhir :بِقِطْعٍ
Dari malam hari :مِنَ الَيْلِ
Dan janganlah seorang pun diantara kalian menoleh :وَلاَ يَلْتَفِتْ مِنْكُمْ اَحَدٌ
Kecuali istrimu :اِلاَّ امْرَاَتَكَ
Sungguh itu :اِنَّهُ
Menimpanya :مُصِيْبَهَا
Apa-apa yang menimpa mereka :مَا اَصَا بَهُمْ
Sesungguhnya waktu terjadi (azab) pada mereka :اِنَّ مَوْعِدُهُمْ
Shubuh : الصُّبْحُ :
Bukankah waktu subuh :اّلّيْسَ الصّبْحُ
Sudah dekat :بِقَرِيْبٍ

b.      Tafsir Mufaradat

قَالُوا يَا لُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَنْ يَصِلُوا إِلَيْكَ
Mereka (para malaikat) berkata, "Wahai Luth! Sesungguhnya kami adalah para utusan Tuhanmu. Mereka tidak akan dapat mengganggu kamu

Mereka (para malaikat) memberitahukan demikian agar hati Nabi Luth merasa tenteram setelah sebelumnya gelisah. Disebutkan, bahwa malaikat Jibril membutakan mata mereka (kaum Luth) dengan sayapnya, maka mereka pun pergi dan mengancam Nabi Luth dengan akan melakukan tindakan terhadapnya jika pagi hari tiba, kemudian para malaikat memerintahkan Luth membawa pergi keluarganya di akhir malam sebelum Subuh tiba, agar Beliau beserta keluarga dan pengikutnya dapat menjauh dari negerinya.
فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِنَ اللَّيْلِ وَلَا يَلْتَفِت مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا امْرَأَتَكَ


sebab itu pergilah bersama keluargamu pada akhir malam dan jangan ada seorang pun di antara kamu yang menoleh ke belakang, kecuali istrimu.

Yakni agar tidak melihat peristiwa besar yang menimpa mereka. Di antara mufassir ada yang mengartikan, “Segeralah keluar (dari negerimu), dan hendaknya yang menjadi perhatianmu adalah keselamatan dan jangan memperhatikan yang berada di belakangmu.” Yakni jangan juga  pergi membawa istrinya, karena istrinya ikut serta dengan kaumnya dalam dosa. Istrinya yang menunjukkan kaumnya tentang kedatangan para tamu Nabi Luth.
إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ
Sesungguhnya dia (juga) akan ditimpa (siksaan) yang menimpa mereka.
Ada yang mengatakan, bahwa Luth keluar tidak bersama istrinya, ada pula yang mengatakan, bahwa istrinya ikut keluar bersamanya, namun ia menengok ke belakang dan berkata, “Duh, kaumku!” lalu ada batu yang datang kepadanya dan membunuhnya
إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ ۚ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ


Sesungguhnya saat terjadinya siksaan bagi mereka itu pada waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat?"

Sebelumnya Luth bertanya kepada mereka tentang waktu mereka akan dibinasakan, lalu para malaikat menjawab, “Sesungguhnya saat terjadinya siksaan bagi mereka itu pada waktu subuh.” Luth berkata, “Saya ingin lebih cepat lagi,” Para malaikat menjawab, “Bukankah subuh itu sudah dekat?"

c.       Pokok Kandungan Ayat
Ketika kaum Nabi Luth melancarkan ancaman dan tekanan terhadap beliau, para tamu beliau pun berkata, "Wahai Luth, janganlah engkau mengkhawatirkan nasib kami. Mereka tidak akan mampu berbuat apapun terhadap kami dan dirimu karena kami sesungguhnya adalah malaikat utusan Tuhanmu. Kami diutus untuk menyampaikan azab Allah kepada kaum yang bejat ini. Karena itu, malam ini juga, engkau bersama orang-orang beriman yang menjadi pengikutmu, segeralah pergi meninggalkan kota ini. Menjelang waktu subuh, Allah akan menurunkan azab dan siksaan-Nya kepada kaum yang sesat. Isterimu adalah termasuk dalam golongan kaum yang sesat itu karena itu tinggalkanlah dia."
Ayat ini dengan gamblang mengingatkan bahwa di hadapan Allah, kemuliaan manusia ditandai oleh keimanan dan amal salehnya. Status kekeluargaan dengan para nabi bukanlah jaminan bahwa seseorang bisa masuk surga dan terbebas dari azab Allah. Demikianlah yang terjadi pada isteri Nabi Luth, karena dia termasuk orang yang sesat, maka dia pun akan diberi azab oleh Allah, meskipun statusnya adalah isteri nabi.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam pandangan Islam, keimanan adalah suatu hal yang tidak bisa dipaksakan, bahkan terhadap isteri sekalipun. Seorang isteri bebas dalam memilih pemikiran dan akidahnya, namun dia juga harus mempertanggungjawabkan sendiri pilihannya tersebut. Bila dia memilih jalan yang sesat, meskipun dia adalah isteri seorang nabi, azab Allah akan tetap menantinya.
2. Dalam undang-undang Allah, nilai manusia diukur berdasarkan amal perbuatan, bukan atas dasar hubungan kekeluargaan.


2.      Q.S Bani Israil : 1 dan 6

سُبْحَنَ الَّذِيْ اَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بَرَكْنّا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ اَيَتِنَا إِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ.

Artinya :
“Mahasuci (Allah) yang (Dia) telah memperjalankan hambaNya (Muhammad) pada malam hari dari masjidil haram ke masjidil aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda  (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Melihat.” (Q.S al-Isra (17) : 1)


ثُمَّ رَدَ دْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَاَمْدَ دْنَكُمْ بِاَمْوَالٍ وَّبَنِيْنَ وَجَعَلْنَكُمْ اّكْثَرَ نَفِيْرًا.
Artinya :
“Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka, Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. “ (Q.S al-Isra (17) : 6)

a.      Tarjim Mufrodat
Q.S al-Isra (17) : 1

Mahasuci (Allah) yang (Dia) telah memperjalankan : سُبْحَنَ الَّذِيْ اَسْرَى
hambaNya :بِعَبْدِ هِ
malam hari :لَيْلاً
dari masjidil haram :مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ 
ke masjidil aqsa :اِلَى الْمَسْجِدِ الاَقْصَا
yang Kami berkahi :الَّذِيْ بَرَكْنَا
sekelilingnya :حَوْلَهُ
agar Kami perlihatkan kepadaNya :لِنُرِيَهُ
dari ayat-ayat Kami :مِنْ اَيَتِنَا
sungguh Dia :اِنَّهُ
Dia (adalah) :هُوَ
Maha Mendengar Maha Melihat :السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Q.S al-Isra (17) : 6

Kemudian :ثُمَّ
Kami kembalikan :رَدَ دْ نَا
Kepada kalian : لَكُمُ
Giliran :الْكَرَّةَ
(mengalahkan) atas mereka : عَلَيْهِمْ
Dan Kami membantu kalian : وَاَمْ دَدْنَكُمْ
Dengan harta benda : بِاَمْوَا لٍ
Dan anak-anak :وَ بَنِيْنَ
Dan Kami jadikan kalian :وَجَعَلْنَكُمْ
Kelompok lebih besar (jumlahnya) : اَكْثَرَ نَفِيْرً ا


b.      Tafsir Mufaradat
Allah telah memulai surat ini dengan mengagungkan diriNya dan menggambarkan kebesaran peranNya karena kekuasaanNya melampaui segala sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh seorang pun selain Dia sendiri. Maka tidak ada Rabb selain Allah.
الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ

yang telah memperjalankan hamba-Nya [QS Al-Isra’ : 1]
Yang dimaksud hambaNya adalah Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wasallam.
لَيْلا
pada suatu malam [QS Al-Isra’ : 1]
Maksudnya, di dalam kegelapan di malam hari.
مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
dari Al-Masjidil Haraam [QS Al-Isra’ : 1]
Masjidil Haram berada di kota Makkah.
إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى
ke Al-Masjidil Aqshaa [QS Al-Isra’ : 1]
Yakni Baitul Muqaddas yang terletak di wilayah Elia (Yerussalem), tempat asal para Nabi terdahulu sejak Nabi Ibrahim Alaihissalam. Karena itulah semua Nabi dikumpulkan di Masjidil Aqsa pada malam itu. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengimami mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad adalah imam terbesar dan pemimpin para Nabi yang didahulukan. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada mereka semuanya.
الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ

yang telah Kami berkahi sekelilingnya [QS Al-Isra’ : 1]
Yakni tanam-tanaman dan buah-buahan (yang ditanam di sekitar wilayah itu).
لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا
agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami
Maksudnya, Kami perlihatkan kepada Muhammad sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang paling besar. Didalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman :

لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. [QS An-Najm : 18]
إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [QS Al-Isra’ : 1]

Allah Maha Mendengar semua ucapan hamba-hambaNya, yang mukmin maupun yang kafir, yang membenarkan maupun yang mendustakan diantara mereka. Dan Dia Maha Melihat semua perbuatan mereka. Maka, kelak Dia akan memberikan kepada masing-masing dari mereka balasan yang berhak mereka terima di dunia dan di akhirat.

c.       Syarah Ayat dan Hadits Terkait
Hadits-hadits yang menerangkan peristiwa Isra’ Mi’raj adalah hadits-hadits yang mutawatir. Asy-Syaikh Al-Albaaniy didalam kitabnya, Al-Isra’ wal Mi’raj menyebutkan bahwa ada 16 sahabat yang meriwayatkan peristiwa ini, diantaranya adalah Anas bin Maalik, Abu Dzar Al-Ghifaariy, Maalik bin Sha’sha’ah, Ibnu ‘Abbaas, Jaabir bin ‘Abdillaah, Abu Hurairah, Ubay bin Ka’b, Buraidah Al-Aslamiy, Hudzaifah bin Al-Yamaan, Syaddaad bin ‘Aus, Shuhaib, Abdurrahman bin Qurath, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’uud, ‘Aliy bin Abi Thaalib, ‘Umar bin Al-Khaththaab -radhiyallahu ‘anhum-.
Telah menceritakan kepada kami Anas bin Maalik, dari Malik bin Sha’sha’ah -radhiyallahu ‘anhuma-, ia berkata, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika aku berada di sisi Baitullah antara tidur dan sadar”. Lalu Beliau menyebutkan, yaitu: “Ada seorang laki-laki diantara dua laki-laki yang datang kepadaku membawa baskom terbuat dari emas yang dipenuhi dengan hikmah dan iman, lalu orang itu membelah badanku dari atas dada hingga bawah perut, lalu dia mencuci perutku dengan air zamzam kemudian mengisinya dengan hikmah dan iman.
Kemudian aku diberi seekor hewan tunggangan putih yang lebih kecil dari pada bighal namun lebih besar dibanding keledai bernama Al-Buraq. Maka aku berangkat bersama Jibril Alaihissalam, hingga sampai di langit dunia. Lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang telah tiba”. Kemudian aku menemui Adam Alaihissalam dan memberi salam kepadanya lalu dia berkata; “Selamat datang bagimu dari anak keturunan dan Nabi”.
Kemudian kami naik ke langit kedua lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang”. Lalu aku menemui ‘Iisaa dan Yahyaa Alaihimassalam lalu keduanya berkata; “Selamat datang bagimu dari saudara dan Nabi”.
Kemudian kami naik ke langit ketiga lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang”. Lalu aku menemui Yuusuf Alaihissalam dan memberi salam kepadanya lalu dia berkata; “Selamat datang bagimu dari saudara dan Nabi”.
Kemudian kami naik ke langit keempat lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baik kedatangan orang yang datang”. Lalu aku menemui Idriis Alaihissalam dan memberi salam kepadanya lalu dia berkata; “Selamat datang bagimu dari saudara dan Nabi”.
Kemudian kami naik ke langit kelima lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang”. Lalu aku menemui Haaruun Alaihissalam dan memberi salam kepadanya lalu dia berkata; “Selamat datang bagimu dari saudara dan Nabi”.
Kemudian kami naik ke langit keenam lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang”. Kemudian aku menemui Muusaa ‘Alaihissalam dan memberi salam kepadanya lalu dia berkata; “Selamat datang bagimu dari saudara dan Nabi”. Ketika aku sudah selesai menemuinya, tiba-tiba dia menangis. Lalu ditanyakan; “Mengapa kamu menangis?”. Muusaa menjawab; “Ya Rabb, anak ini yang diutus setelah aku, ummatnya akan masuk surga dengan kedudukan lebih utama dibanding siapa yang masuk surga dari ummatku”.
Kemudian kami naik ke langit ketujuh lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang”. Kemudian aku menemui Ibraahiim ‘Alaihissalam dan memberi salam kepadanya lalu dia berkata; “Selamat datang bagimu dari saudara dan Nabi”.
Kemudian aku ditampakkan Al-Baitul Ma’mur. Aku bertanya kepada Jibril, lalu dia menjawab; “Ini adalah Al-Baitul Ma’mur, setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat mendirikan sholat disana. Jika mereka keluar (untuk pergi shalat) tidak ada satupun dari mereka yang kembali”. Kemudian diperlihatkan kepadaku Sidratul Muntaha yang ternyata bentuknya seperti kubah dengan daun jendelanya laksana telinga-telinga gajah. Di dasarnya ada empat sungai yang berada di dalam (disebut Bathinan) dan di luar (Zhahiran) “. Aku bertanya kepada Jibril, maka dia menjawab; “Adapun Bathinan berada di surga sedangkan Zhahiran adalah An-Nail dan Al-Furat (dua nama sungai di dunia)”.
Kemudian diwajibkan atasku shalat lima puluh kali (dalam sehari). Aku menerimanya hingga aku datang pada Muusaa ‘Alaihissalam dan bertanya; “Apa yang telah diwajibkan?”. Aku jawab: “Aku diwajibkan shalat lima puluh kali”. Muusaa berkata; “Akulah orang yang lebih tahu tentang manusia daripada engkau. Aku sudah berusaha menangani Bani Isra’il dengan sungguh-sungguh. Dan ummatmu tidak akan sanggup melaksanakan kewajiban shalat itu. Maka itu kembalilah kau kepada Rabbmu dan mintalah (keringanan) “. Maka aku meminta keringanan lalu Allah memberiku empat puluh kali shalat lalu aku menerimanya dan Muusaa kembali menasehati aku agar meminta keringanan lagi, kemudian kejadian berulang seperti itu (nasehat Muusaa) hingga dijadikan tiga puluh kali lalu kejadian berulang seperti itu lagi hingga dijadikan dua puluh kali kemudian kejadian berulang lagi hingga menjadi sepuluh lalu aku menemui Muusaa dan dia kembali berkata seperti tadi hingga dijadikan lima waktu lalu kembali aku menemui Muusaa dan dia bertanya; “Apa yang kamu dapatkan?”. Aku jawab; “Telah ditetapkan lima waktu”. Dia berkata seperti tadi lagi. Aku katakan; “Aku telah menerimanya dengan baik”. Tiba-tiba ada suara yang berseru: “Sungguh Aku telah putuskan kewajiban dariku ini dan Aku telah ringankan untuk hamba-hambaKu dan aku akan balas setiap satu kebaikan (shalat) dengan sepuluh balasan (pahala) “. [HR Al-Bukhaariy no. 2968, dan ini adalah lafazh Al-Bukhaariy].

d.      Pelajaran yang Dapat Diambil dari Ayat
Isra Mi’raj termasuk salah satu peristiwa besar yang terjadi dalam kehidupan Rasulullah SAW. Banyak makna yang terkandung dalam peristiwa ini besar ini. Namun sayang hal tersebut sering terhalangi oleh berbagai pemahaman dan pengamalan yang tidak berdasar.
Berikut ini, pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa tersebut.
1. Di antara hikmah perjalanan Isra Mi’raj sebagaimana dinyatakan para ulama adalah untuk menghibur Rasulullah SAW yang saat itu mengalami duka cita mendalam karena ditinggal orang-orang terdekatnya, yaitu Abu Thalib dan Khadijah ra.
Hal tersebut memberikan pelajaran bahwa dakwah di jalan Allah Ta’ala, meskipun sangat berat, penuh halangan dan rintangan, namun dibalik itu Allah sediakan balasan dan kebahagiaan yang langsung dapat dia rasakan dalam kehidupannya sebelum balasan di akhirat. Banyak hal yang didapatkan ketika seseorang ikhlash berada dalam ‘gerbong dakwah’. Hal yang mana tidak dia dapatkan pada selainnya. Dalam perjuangan di jalan Allah, akan terasa manisnya keimanan, indahnya persaudaraan, nikmatnya aktifitas dalam berbagai kegiatan, optimisme kehidupan dan dekatnya pertolongan.
2. Dalam riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW melakukan shalat sebagai imam diikuti oleh para nabi sebelumnya.
Hal tersebut menunjukkan kepemimpinan Rasulullah SAW di hadapan para nabi. Sekaligus berisi pesan tentang misi dakwah Rasulullah SAW yang bersifat universal. Bukan hanya untuk satu suku dan golongan, tetapi untuk semua umat manusia. Semua ajarannya berlaku untuk semua bangsa dan golongan serta dapat direalisasikan.
Adalah keliru pandangan yang mengidentikkan Islam dengan Arab atau Arab dengan Islam. Meskipun tidak dipungkiri bahwa Rasulullah SAW diutus di negeri Arab dan Al-Quran diturunkan dengan bahasa Arab sedangkan negeri-negeri Arab serta bangsa Arab menjadi pusat penyebaran Islam
Hal ini pada gilirannya menuntut kita untuk memiliki bekal yang mumpuni tentang ajaran Islam, sehingga dapat memilah mana yang sesungguhnya merupakan ajaran Islam dan mana yang sekedar adat atau budaya lokal saja. Agar jangan sampai lagi ada kaum muslimin yang mengatakan bahwa jilbab adalah budaya Arab sedangkan ‘Irama Padang Pasir’ justru diperdengarkan sebagai pembuka pengajian (karena dianggap bagian dari Islam).
3. Isra Mi’raj merupakan merupakan isyarat bahwa faktor utama kemenangan kaum muslimin terhadap musuhnya adalah kuatnya hubungan dia kepada Allah Ta’ala (Quwwatushshilah billah). Kita tidak menafikan kebutuhan terhadap faktor-faktor yang bersifat materi, namun pangkal dari semua itu adalah kekuatan hubungan kepada Allah.
Pada peristiwa ini, tampak sekali dekatnya hubungan Rasulullah SAW kepada sang Khaliq, bahkan kedekatan tersebut diperjelas dengan diangkatnya beliau menemui-Nya dan kemudian menerima perintah langsung ibadah shalat sebagai media untuk menjaga hubungan kepada Allah. Sehingga seorang ulama mengatakan bahwa shalat adalah Mi’rajul Mu’min, naiknya ruh seorang mukmin untuk menghadap Allah Ta’ala.
Karena itu dalam sirah Rasulullah SAW, kita dapatkan bahwa setelah peristiwa Isra Mi’raj, terjadi peristiwa Bai’atul Aqabah pertama, beberapa pemuda Madinah berbai’at kepada Rasulullah saw untuk menerima Islam dan siap mendakwahkannya dengan berbagai resiko yang akan mereka tanggung. Peristiwa ini kemudian menjadi tonggak utama bagi eksisnya Islam di Madinah kemudian hari, dan berikutnya menjadi pintu bagi tersebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia.
4. Isra Mi’raj merupakan ujian keimanan setiap muslim untuk mempercayai apa yang dibawa Rasulullah SAW. Sebab peristiwa sebesar itu hanya dapat diterima dengan bahasa keimanan dan keyakinan. Itulah sesungguhnya inti dari aqidah; Meyakini tanpa keraguan. Bagi seorang muslim jika berita tersebut benar bersumber dari Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada peluang bagi dirinya kecuali menerimanya dengan penuh keyakinan, tidak ada yang mustahil dalam kekuasaan Allah Ta’ala.
Sikap inilah yang ditunjukkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq ra ketika tanpa ragu dia menyatakan keimanannya terhadap apa yang dialami Rasulullah SAW. Maka ketika orang-orang ingin mengetahui sikapnya tentang peristiwa Isra Mi’raj Rasulullah SAW, tanpa ragu beliau langsung menjawab, “Jika benar itu dari Rasulullah, lebih dari itu aku akan percaya!” Karena itu dia dijuluk Ash-Shiddiq (yang membenarkan).
Aqidah dan ajaran dalam Islam tidak bertentangan dengan akal sehat, namun bukan berarti keimanan kita terhadap aqidah Islam bergantung terhadap pemahaman logika.
5. Setelah menempuh perjalanan yang sangat fantastis, penuh keagungan dan kebesaran Allah, diperlihatkannya surga dan neraka, namun akhirnya Rasulullah SAW kembali ke bumi di tengah masyarakatnya.
Hal ini memberikan pelajaran bagi seorang muslim, bahwa siapapun yang ingin mengamalkan dan mendakwahkan ajaran Islam, hendaknya dia harus hidup di tengah masyarakatnya dengan segala problematika dan permasalahannya. Islam tidak hanya cukup ditampilkan kebesarannya di atas podium, mimbar, dan kitab-kitab, tetapi kebesarannya harus mampu ditampilkan dalam kehidupan nyata. Dan itu hanya dapat dilakukan ketika semua muslim hidup di tengah masyarakatnya dan bergelut dalam kesehariannya seraya tetap membawa nilai-nilai Islamnya dalam semua aspek kehidupannya.
Tampilan Rasulullah SAW dalam dakwahnya sungguh-sungguh merupakan tampilan manusia biasa yang berada di tengah-tengah masyarakatnya, beliau menahan lapar, terluka, bersembunyi, memakai baju perang, masuk ke pasar, jalan ke lorong-lorong, menyelesaikan pertikaian antar pribadi atau rumah tangga, dsb.
6. Isra Miraj memiliki pesan yang sangat dalam tentang ketekaitan erat Masjidil Aqsha dalam hati umat Islam. Singgahnya Rasulullah SAW di Masjidil Aqsha dalam perjalanan Isra Mi’raj tentu bukan peristiwa yang dapat dianggap sambil lalu, kecuali dia memiliki kedudukan istimewa di tengah kaum muslimin.
Masjid yang hingga kini masih saja berada dalam kekuasaan kaum Yahudi menjadi tantangan tersendiri bagi umat Islam untuk memiliki perhatian khusus terhadapnya. Karena jatuhnya salah satu tempat suci kaum muslimin di tangan Yahudi menjadi tanggung jawab tersendiri bagi kaum muslimin untuk membebaskannya.
Pihak Yahudi berupaya sekuat tenaga agar masalah Al-Aqsha disempitkan sebagai masalah Timur Tengah, kemudian dipersempit lagi menjadi masalah bangsa Arab, lalu dipersempit lagi menjadi masalah bangsa Palestina. Itu jelas menyesatkan, karena sesungguhnya masalah Al-Aqsha adalah masalah kaum muslimin secara keseluruhan apapun ras dan suku bangsanya.
Karena itu, walau sekecil apapun, harus ada kontribusi yang dapat diberikan seorang muslim untuk kebebasan Al-Aqsha dan bumi Palestina dari cengkraman tangan-         tangan Yahudi yang dimurkai Allah. Walau sekedar untaian doa di sela-sela kekhusyuan ibadah kita kepada-Ny
7.  faidah yang besar terhadap kemuliaan dan kebesaran shalat fardhu yaitu ia diperintahkan langsung kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wasallam dan tidak melewati malaikat Jibril.

3.      Q.S Ad-Dukhan:(44) : 23

فَاَسْرِ بِعِبَا دِيْ لَيْلاً اِنَّكُمْ مُّتَّبَعُوْنَ .
Artinya :
“ (Allah berfirman),’Karena itu berjalanlah dengan hamba-hambaKu pada malam hari, sesungguhnya kamu akan dikejar.” (Q.S Ad-Dukhan (44) : 23)

a.      Tarjim Mufrodat

Maka berjalanlah :فَاَسْرِ
Dengan hamba-hambaKu :بِعِبَا دِيْ
Pada malam hari :لَيْلاً
Sesungguhnya kalian :اِنَّكُمْ
Orang-orang yang diikuti : مُتَّبَعُوْنَ

b.      Tafsir Mufaradat
Allah Swt. Menyuruh Musa agar keluar membawa Bani Israil dari kalangan kaum Fir’aun tanpa  menunngu perintah Fir’aun maupun bermusyawarah dengannya. Hal  ini ditunjukkan oleh Firman Allah Ta’ala;
فَاَسْرِ بِعِبَا دِيْ لَيْلاً
Maka berjalanlah kamu membawa Bani Israil dan orang yang beriman kepadamu dari bangsa Qibthi pada waktu malam.
      Kemudian Allah Swt. Memberi alasan kenapa perjalanan dilakukan pada waktu malam, firmanNya;
 اِنَّكُمْ مُّتَّبَعُوْنَ .
Sesungguhnya Fir’aun dan kaumnya akan mengejar kamu apabila mereka mengetahui keberangkatan dan perjalananmu di waktu malam akan menghambat pengetahuan mereka akan menghambat pengetahuan mereka akan hal itu, sehingga mereka tidak dapat mengejarmu.

c.       Syarah Ayat dan Hadits Terkait
Q.S Ad-Dukhan (44) : 23 Sama seperti yang disebutkan dalam Q.S Thaha : 77
وَلَقَدْ اَوْحَيْنَا إِلَى مُوْسَى أَنْ أَسْرِ بِعِبَا دِى فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيْقً فِى الْبَحْرِ يَبَسًا لاَّ تَخَفُ دَرَكًا وَلاَ تَخْشَى.
Artinya :
“Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa; “Pergilah kamu dengan hamba-hambaKu (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering dilaut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam).”















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Apa yang tertuang dalam Q.S al-Isra (17) : 23-24 dan Luqman (31) : 14-15 merupakan wasiat Allah untuk tidak meyekutukanNya dengan sesuatu apa pun dan perintah untuk bersyukur kepadaNya yaitu dengan memenuhi hakNya, serta tidak menggunakan nikmat-nikmatnya untuk bermaksiat kepadaNya. Kemudian Allah menggenapkan wasiatnya dengan berbuat ihsan kepada kedua orang tua baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Misalnya adalah mengucapkan kata-kata yang lembut dan halus, sedangkan dengan perbuatan adalah dengan merendahkan diri, menghormati, memuliakan, dan memikul bebannya, serta menjauhi sikap yang menyakitkannya, baik bentuknya ucapan maupun perbuatan.
Adapun Q.S Hud (11) : 81, Q.S al-Isra : 1 dan 6, Q.S dan Ad-Dukhan : 23 memaparkan tentang Isra (perjalanan di malam hari). Beberepa hikmah dari peristiwa Isra Mi’raj, diantaranya :
1.      Isra Mi’raj merupakan hiburan bagi Nabi Saw. Yang saat itu tengah mengalami kesedihan atas meninggalnya Siti Khadijah dan Abu Thalib
2.      Rasulullah melakukan shalat sebagai imam dan diikuti oleh para nabi sebelumnya menunjukan tentang kepemimpinan Rasulullah Saw sekaligus menggambarkan misi dakwah  Rasulullah yang bersifat universal.
3.      Isra mi’raj merupakan isyarat bahwa faktor utama kemenangan kaum muslimin terhadap musuh adalah kuatnya hubungan dia kepada Allah SWT
4.      Isra Mi’raj merupakan ujian keimanan setiap muslim untuk mempercayai apa yang dibawa Rasulullah
5.      Isra Mi’raj memiliiki pesan  yang sangat dalam tentang keterkaitan erat Masjidil Aqsha dalam hati umat Islam
6.      Faidah besar terhadap kemuliaan dan  kebesaran shalat fardhu

B.     Saran
Diharapkan setelah mengkaji makalah ini mahasiswa mampu memahami tafsir pendidikan keluarga dan Isra Mi’raj  serta mampu memberi saran konstruktif bagi perbaikan makalah ini






Daftar Pustaka

Abidin, Zainal. 2011. 530 Hadits Shahih Bukhari Muslim. Jakarta : Rineka Cipta
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. 1993. Tafsir Al-Maraghi 12. Semarang : Toha Putra
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. 1993. Tafsir Al-Maraghi 15. Semarang : Toha Putra
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. 1993. Tafsir Al-Maraghi 25. Semarang : Toha Putra
Mahali, Mudjab Ahmad. 2004. Hadis-hadis Muttafaq ‘Alaih. Jakarta : Prenada Media
Makhluf, Muhammad Hasanain. Kamus Al-Quran.2009. bandung : Gema Risalah Press
Shaleh, Qamaruddin. 1986. Asbabun Nuzul. Bandung : Diponegoro







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dasar Pertimbangan Pemilihan Media Pembelajaran

EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM

ULUMUL HADITS : ILMU RIWAYAH DAN DIRAYAH