fiqh muamalah-mudharabah

BAB I
PENDAHULUAN




A.    Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan manusia makhluk yang berinteraksi sosialdan saling membutuhkan satu sama lain. Ada yang memiliki kelebihan harta namun tidak memiliki wakttu dan keahlian dalam mengelola dan mengembangkan, di sisi lain ada yang memiliki skill atau kemampuan namun tidak memiliki modal. Dengan berkumpulnya jenis dua orang ini diharapkan dapat saling melengkapi dan mempermudah pengembangan harta dan kemampuan tersebut. Untuk itulah Islam memperbolehkan syarikat dalam usaha diantaranya al-Mudharabah.
            Akad mudharabah menunjukan bahwa ekonomi syariah mengakomodir interaksi antara pemilik harta dan pemilik kecakapan dalam satu aktivitas bisnis secara harmonis. Tidak ada terjadi gap atau jarak antara keduanya. Islam memandang penting pengolahan kekuatan umat dengan baik. Praktik mudharabah dapat dilakukan dalam aktivitas perniagaan. Seperti usaha rumah makan, kedai harian, dan lain-lain. Bahkan Lembaga Keuangan Syariah menjadikan akad mudharabah sebagai produk utama.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Mudharabah ?
2.      Apa landasan hukum Mudharabah ?
3.      Apa rukun dan syarat Mudharabah ?
4.      Apa bentuk-bentuk Mudharabah ?
5.      Bilamana akad Mudharabah berakhir ?
6.      Apa manfaat dan resiko dari Mudharabah ?
7.      Bagaimanakah implementasi mudharabah dalam perbankan syariah ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan tentang pengertian Mudharabah
2.      Menjelaskan tentang landasan hukum Mudharabah
3.      Menjelaskan tentang rukun dan syarat Mudharabah
4.      Menjelaskan tentang bentuk-bentuk Mudharabah
5.      Menjelaskan tentang berakhirnya akad Mudaharabah
6.      Menjelaskan tentang resiko dan manfaat dari akad Mudharabah
7.      Menjelaskan tentang implementasimudharabah dalam perbankan syariah

BAB II
PEMBAHASAN



A.    Pengertian Mudharabah

Mudharabah atau Qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah (
perkongsian ). Istilah mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah atau qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang sama.
            Menurut  bahasa, qiradh  (  اَلْقِرَاضُ  ) diambil dari kata  اَلْقَرْضُ  yang berarti      اَلْقَطْعُ (potongan), sebab pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pegusaha agar mengusahakan harta tersebut., dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Bisa juga diambil dari kata اَلْمُقَرَضَةُ   yang berarti اَلْمُسَاوَاةُ  (kesamaan), sebab pemilik modal dan pengusaha memiliki hak yang sama terhadap laba.
            Orang Irak menyebutnya dengan istilah mudharabah اَلْمُضَرَبةُ  sebab
  كُلٌّ مِنَ الْعَا قِدَيْنِ يَضْرِبُ بِسَهْمِ الرِّبحِ(setiap yang melakukan akad memiliki bagian dari laba), atau pengusaha harus mengadakan perjalanan dalam mengusahakan harta modal tersebut. Perjalanan tersebut dinamakan  ضَرْبًا فِى السَّفَرِ
            Mengenai pengertian mudharabah menurut istilah, diantara ulama fiqih terjadi perbedaan pendapat, salah satunya adalah ;

            اَنْ يَدْفَعَ المَا لِكُ اِلَى الْعَا مِلِ مَا لاً لِيَتَّجِرَ فِيْهِ وَيَكُوْنُ الرِّبْحُ مُشْتَرِكًا بَيْنَهُمَا بِحَسْبِ مَا شُرِ طَا
Artinya :
“Pemilik harta (modal) menyerahkan modal kepada pengusaha untuk berdagang dengan modal tersebut, dan laba dibagi diantara keduanya berdasarkan persyaratan yang disepakati.”
            Menurut Syafi’i Antonio, mengutip pendapat al-Syarbasyi sebagai berikut : “ mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangnkan pihak lain menjadi pengelola, dan keuntungan usaha secara dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
            Apabila rugi, hal itu ditanggung oleh penanggung modal. Dengan kata lain, pekerja tidak bertanggung jawab atas kerugiannya. Kerugian pengusaha hanyalah dari segi kesungguhanya dan pekerjaannya yang tidak akan mendapat imbalan jika rugi.
            Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa modal boleh berupa barang yang tidak dapat dibayarkan, seperti rumah. Begitu pula tidak boleh berupa hutang. Pemilik modal memiliki hak untuk mendapatkan laba sebab modal tersebut miliknya, sedangkan pengusaha mendapat laba sebab hasil pekerjaannya.

           
B.     Landasan Hukum Mudharabah

Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah diisyaratkan dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
a.       Al-Qur’an
Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudhrabah, antara lain:
وَ اَخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِى الأَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللِّهِ ......
Artinya: “Dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS. Al-Mujammil : 20)


فَاِذَ قُضِيَتِ الصَّلاَ ةُ فَا نْتَصِيْرُوْا فِى الآَرْضِ وَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ.........

Artinya:
“Apabila telah ditunaikan shalat, bertebarlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah.” (QS. Al-Jumu’ah : 10)

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَا حٌ اَنْ تَبْتَغُ فَضْلاً مِنْ رَبِّكُمْ

Artinya:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan-Mu.” (QS. Al-Baqarah : 198)

b.      As-Sunnah
Diantara hadis yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Shuhaib bahwa Nabi SAW. Bersabda:

ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ : اَلْبَيْعُ اِلَى اَجَلٍ وَالْمُقَرَضَةُ وَخَلْطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ
Artinya:
“Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh (memberi modal kepada orang lain), dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.”

Dalam hadis yang lain diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn Abbas bahwa Ibn Abdul Muthalib jika memberikan harta untuk mudharah, dia mensyaratkan kepada pengusaha untuk tidak melewati lautan, menuruni jurang, dan membeli hati yang lembab. Jika melanggar persyaratan tersebut, ia harus menanggungnya. Persyaratan tersebut disampaikan kepada Rassulullah SAW. Dan beliau membolehkannya.

c.       Ijma’
Diantara ijma’ dalam mudharabah, adanya riwayat yang menyatakan bahwa jemaah dari sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak ditentang oleh sahabat lainnya.

d.      Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun). Selain Di antara manusia, ada yang miskin dan ada pula yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan semikia, adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan di atas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.

C.    Rukun Mudharabah

Para ulama berbeda pendapat tentang rukun  mudharabah. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun mudharabah adalah ijab dan qabul, yakni lafadz yang menunjukan ijab dan qabul dengan menggunakan mudharabah, muqaridhah, muamalah, atau kata-kata yang searti dengannya.
            Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada tiga, yaitu dua orang yang melakukan akad (al-aqidani, modal ( ma’qud alaih), dan shighat (ijab dan qabul). Ulama Syaf’iyah lebih memerinci lagi menjadi enam rukun, yaitu :
1.      Pemilik modal ( shahibul maal )
2.      Pemilik usaha ( mudharib )
3.      Proyek / usaha
4.      Modal ( ras’ul maal )
5.      Ijab qabul ( sighat )
6.      Nisbah bagi hasil

D.    Syarat-syarat sah mudharabah

Berkaitan dengan aqidani (dua orang yang akan akad), modal, dan laba.
1.      Syarat Aqidani
Diisyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil, sebab mudharib mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil. Namun demikian, tidak disyaratkan harus muslim. Mudhrabah dibolehkan dengan orang kafir dzimmi atau orang kafir yang dilindungi dinegara Islam.

2.      Syarat Modal
a.       Modal harus berupa uang, seperti dinar, atau sejenisnya, yakni segala sesuatu yang memungkinkan dalam perkongsian (Asy-syirkah).
b.      Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.
c.       Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada ditempat akad. Juga dibolehkan mengusahan harta yang dititipkan kepada orang lain, seperti mengatakan , “Ambil harta saya di di fulan kemudian jadikan modal usahakan!”
d.      Modal harus diberikan kepada pengusaha. Hal itu  dimaksudkan agar pengusaha dapat mengusahakannya, yakni menggunakan harta tersebut sebagai amanah.

3.      Syarat-Syarat Laba
a.       Laba Harus Memiliki Ukuran
Mudharabah dimaksudkan untuk mendapatkan laba. Dengan demikian, jika laba tidak jelas, mudharabah batal. Namun demikian, pengusaha dibolehkan menyerahkan laba sebesar Rp. 5.000,00 misalnya untuk dibagi di antara keduanya, tanpa menyebutkan ukuran laba yang akan diterimanya.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa apabila pemilik modal mensyaratkan bahwa kerugian harus ditanggung oleh kedua orang yang akad, maka akad rusak, tetapi mudharabah tetap sah. Hal ini karena dalam mudharabah , kerugain harus ditanggung oleh pemilik modal mensyaratkan laba harus diberikan semuanya kepadanya, hal itu tidak dikatakan mudharabah, tetapi pedagang.
Sebaliknya, jika pengusaha mensyaratkan laba harus diberikan kepadanya, menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah, hal itu termasuk qaradh, tetapi menurut ulama Syafi’iyah termasuk mudharabah yang rusak. Pengusaha diberi upah sesuai usahanya, sebab mudharabah mengharuskan adanya pembagian laba. Dengan demikian, jika laba disyaratkan harus dimiliki seseorang, akad menjadi rusak.
Ulama Malikiyah membolehkan pengusaha mensyaratkan semua laba untuknya. Begitu pula, semua laba boleh untuk pemilik modal sebab termasuk tabarru’ (derma).
b.      Laba Harus Berupa Bagian yang Umum (Masyhur)
Pembagian laba harus sesuai dengan keadaan yang berlaku secara umum, seperti kesepakatan di antara orang yang melangsungkan akad bahwa setengah laba adalh untuk pemilik modal, sedangkan setengah laiinnya lagi diberikan kepada pengusaha. Akan tetapi, tidak dibolehkan menetapkan jumlah tertentu bagi satu pihak dan sisanya bagi pihak lain, seperti menetapkan lana 1.000 bagi pemilik modal dan menyerahkan sisanya bagi pengusaha.

E.     Bentuk-bentuk Mudharabah

Mudharabah terbagi menjadi dua macam, yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.
1.      Mudhrabah Muthalaqah
-          Salah satu jenis mudharabah , dimana mudharib diberikan hak yang tidak terbatas untuk melakukan investasi oleh shahibul maal
-          Unrestriced fund
2.      Mudhrabah Muqayyadah
-          Salah satu jenis mudharabah, dimana mudharib dibatasi haknya oleh shahibul maal, antara lain dalam hal jenis usaha, waktu, tempat usaha dll.
-          Restriced fund           
Ulama hanafiyah dan Imam Ahmad membolehkan memberi batasan waktu dengan waktu dan orang, tetapi Ulama Syafi’iah dan Malikiyah melarangnya.
Ulama Hanafiyah dan Ahmad punmembolehkan akad apabila dikaitkan dengan masa yang  akan datang, seperti “ usahakan modal ini mulai bulan depan “, sedangkan ulama Syafi’iah dan Malikiyah melarangnya.

F.     Berakhirnya Akad Mudharabah

Mudharabah dianggap batal pada hal berikut :
                       
1.      Pembatalan, larangan berusaha, dan pemecatan
Mudharabah menjadi batal karena dengan adanya pembatalan mudharabah, larangan untuk untuk mengusahakan ( tasharruf ), dan pemecatan. Semua ini jika memenuhi syarat pembatalan syarat dan larangan, yakni orang yanng melakukan akad mengetahui pembatalan dan pemecatan tersebut, serta modal telah diserahkan ketika pembatalan atau larangan. Akan tetapi, jika pengusaha tidak mengetahui bahwa mudharabah telah dibatalkan, pengusaha ( mudharib ) dibolehkan untuk tetap mengusahakannya.

2.      Salah seorang aqid meninggal dunia
Jumhur ulama berpendapat bahwa mudharabah batal jika salah seorang aqid meninggal dunia, baik pemilik modal maupun pengusaha. Hal ini karena mudharabah berhubungan dengan perwakilan yang akan batal dengan meninggalnya wakil atau yang mewakilkan. Pembatalan tersebut dipandang sempurna dan sah, baik diketahui salah seorang yang melakukan akad atau tidak.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah tidak batal dengan meninggalnya salah seorang yang melakukan akad, tetapi dapat diserahkan kepada ahli warisnya, jika dapat dipercaya.

3.      Salah seorang aqid gila
Jumhur ulama berpendapat bahwa gila membatalkan mudharabah, sebab gila atau sejenisnya membatalkan keahlian dalam mudharabah.

4.      Pemilik modal murtad
Apabila pemilik modal murtad atau terbunuh dalam keadaan murtad, atau bergabung dengan musuh serta telah diputuskan oleh hakim atas pembelotannya, menurut imam Abu Hanifah, hal itu membatalkan mudharabah, sebab bergabung dengan musuh sama saja dengan mati. Hal itu menghilangkan keahlian dalam kepemilikan harta dengan dalil bahwa harta murtad itu dibagikan diantara para ahli warisnya.

5.      Modal rusak ditangan pengusaha
Jika harta rusak sebelum dibelanjakan, hal ini menjadi batal. Hal ini karena modal harus dipegang oleh pengusaha. Jika modal rusak, mudharabah batal. Begitupula, mudaharabah dianggap rusak jika modal diberikan kepada orang lain atau dihabiskan sehingga tidak tersisa untuk diusahakan.
                                                 
6.      Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.
Jika salah satu syarat mjudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya sebagai upah karena tindakanya atas izin pemilik modal dan ia berhak menerima upah. Jika terdapat keuntungan. Keuntungan tersebut untuk pemilik modal. Jika ada kerugian, kerugian tersebut menjadi tanggung jawab pemilik modal, karena pengelola adalah sebagai buruh yang hanya berhak menerima uoah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apa pun, kecuaali atas kelalaiannya.
7.      Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan seperti ini,  pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian karena dialah penyebab kerugian.

G.    Manfaat dan Resiko Akad Mudharabah

Secara umum, dari kerja sama permodalan  mudharabah, ada dua manfaat bagi pemilik modal, yaitu sebagai berikut :

1.      Mendapatkan pahala yang besar dari Allah, karena ia adalah penyebab lenyapnya kemiskinan dari orang-orang miskin. Karena, kalau tanpa dia orang-orang miskin tersebut akan tetap dalam kemiskinan. Tetapi, orang miskin tersebut harus pandai bekerja agar keduanya saling bisa tukar menukar kepentingan.
2.      Berkembangnya harta dan semakin banyaknya kekayaan akibat dari pengembangan bisnis yang dilakukan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Adapun resiko secara umum dari akad mudharabah ini, adalah jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka pemilik modal yang harus menanggungnya. Terkecuali, kerugian itu disebabkan oleh kelalaian pengusaha, maka yang harus menanggung kerugian adalah pengusaha tersebut.

      Adapun manfaat dan resiko mudharabah dalam aplikasi perbankan syariah adalah sebagai berikut;

1.      Manfaat al-mudaharabah
a.       Bank akan menikamti bagi hasil saat keuntungan usaha meningkat
b.      Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
c.       Pengembalian pokok pembiayaan sesuai dengan arus kas ( cash flow ) usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
d.      Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e.       Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan nasabah satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah. Sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

2.      Resiko Al mudahrabah
Resiko yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi. Diantaranya yaitu;
a.       Side srteaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
b.      Lalai dan kesalahan yang disengaja
c.       Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabhnya tidak jujur.




H.    Implementasi Mudharabah dalam Perbankan syari’ah
Dalam implementasi mudharabah dengan sistem perbankan, al mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al mudharabah diterapkan pada :
1.      Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dsb
2.      Deposito spesial,dimana dana yang dititpkan khusus untuk bisnis tertentu.

Adapun dalam sisi pembiayaan, al mudharabah diterapkan untuk ;
1.      Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
2.      Investasi khusus, disebut juga al mudharabah al muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah diterapkan oleh shahibul mal
Penjelasan mengenai mudharabah dalam implementasi perbankan syariah menurut Firdaus, dikategorikan berikut ini.
1.      Mudharabah mutlaqah ( investasi umum/unrestricted invesment ) adalah pihak antara pemilik modal dengan pengelola untuk mendapatkan keuntungan. Ketentuannya adalah sebagai berikut:
a.       Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati di awal akad.
b.      Pemilik modal tidak boleh ikut serta dalam pengelolaan usaha, tetapi diperbolehkan membuat usulan atau melakukan pengawasan. Mudharib memiliki kekuasaaan penuh untuk mengelola modal dan tidak ada batasan, baik mengenai tempat, tujuan, maupun jenis usahanya.
c.       Penerapan mudahrabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis himpunan dana, yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
d.      Untuk bukti penyimpanan dapat berupa buku tabungan atau bilyet.
e.       Pemilik modal ( tabungan mudharabah ) dapat mengambil dana nya, apabila sewaktu-waktu dibituhkan sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengambil saldo negatif.
f.       Deposi mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati, 1, 3, 6, atau 12 bulan.
g.      Deposito yang diperpanjang setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan ARO, maka tidak diberlakukan akad baru.

2.      Mudharabah Muqayyadah ( investasi khusus )
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus ( restricted investment , pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat khusus yang dipatuhi oleh bank sebagai pengelola, baik mengenai tempat, tujuan maupun jenis usahanya. Ketentuan muqayyadah adalah sebagai berikut.
a.       Bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang disepakati.
b.      Rekening dioperasikan berdasarkan prinsip mudharabah muqayyadah.
c.       Bentuk investasi atau nisbah pembagian keuntungan biasanya dinegosiasikan per kasus.

Prinsip mudhahrabah juga digunakan untuk jasa pengeolaan rekening tabungan. Salah satu syaratnya adalah dana yang disimpan harus berbentuk uang dan dalam jumlah tertentu, sebab diserahkan kepada mudharib. Oleh karena itu tabungan mudharabah tidak dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaiman tabungan wadi’ah. Tabungan jenis ini biasanya ditujukan untuk saving, seperti tabungan haji, tabungan kurban,, atau tabungan lainnya yang dimaksudkan pencapaian target kebutuhan dalam jumlah dan jangka waktu tertentu.
Mekanisme pembagian keuntungan atas investasi mudharabah bergantung pada kinerja bank. Mudharabah muqayyadah ada dua jenis: mudharabah muqayyadah on Balance Sheet dan mudharabah mmuqayyadah off  balance sheet.
Ketentuan mudharabah on balance sheet adalah sebagai berikut;
1.      Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank dan wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
2.      Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan, serta resiko yang yang ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal itu dicantumkan dalam akad.
3.      Sebagai bukti simpanan, bank menrbitiakan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana ini dari rekening.
4.      Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan serifikat atau tanda penyimpanan bilyet deposito kepada deposan.

Ketentuan mudharabah off balance sheet adalah sebagai berikut;
1.      Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dan dari rekening lainnya, simpanan khusus dicatat diatas pos tersendiri dalam rekening administratif.
2.      Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
3.      Bank penerima komisi atau jasa mempertemukan kedua pihak, sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
Contoh perhitungan bagi hasil :
Saldo rata-rata nasabah x keuntungan yang diperoleh x nisbah saldo rata-rata produk
Contoh :                    
Bapak Ahmad memiliki deposito Rp. 10.000.000,00 dalam jangka waktu satu bulan. Nisbah deposan 57% dan LKS 43%  dengan asumsi rata-rata saldo deposito jangka waktu 1 bulan Rp. 950.000.000,00  dan keuntungan yang diperoleh untuk deposito 1 bulan Rp. 30.000.000,00. Maka keuntungan Bapa Ahmad adalah sebagai berikut;
10.000.000 : 950.000  x 30.000.000 x 57% = 180. 000
                                                                                      


















BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
1.      Mudharabah adalah akad antara dua belah pihak atau lebih, antara pemilik modal dengan pengelola usaha dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang dibagi berdasarkan kesepakatan yang tertuang di dalam kontrak, dimana bila usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka kerugian yang tersebut ditaggung oleh pemilik modal selama keruggian itu bukan akibat kelalaian si pengelola usaha.
2.      Landasan hukum mudharabah terdapat dalam ayat-ayat al-qur’an yaitu surat al-mujammil ayat 20,al-jumuah ayat 10, al-baqarah ayat 198. Selain itu juga terdapat dalam hadist nabi, ijma dan qiyas.
3.      Rukun mudharabah yaitu : Pemilik modal ( shahibul maal ),Pemilik usaha ( mudharib ), Proyek / usaha, Modal, Ijab qabul ( sighat ), Nisbah bagi hasil
4.      Syarat mudharabah meliputi syarat aqidaini, syarat modal, dan syarat laba.
5.      Bentu-bentuk mudharabah adalah mudharabah mutlaqah dab mudharabah muqayyadah.
6.      Berakhirnya akad mudharabah karena :
a.       Pembatalan, larangan berusaha, dan pemecatan
b.      Salah seorang aqid meninggal dunia
c.       Salah seorang aqid gila
d.      Pemilik modal murtad
e.       Modal rusak ditangan pengusaha
f.       Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.
g.      Pengusaha dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad.
7.      Manfaat akad mudharabah secara umum adalah meningkatkan taraf perekonomian dengan memfasilitasi modal  bagi orang yang mempunyai skill tapi tidak memiliki modal. Sementara resiko dari akad ini adalah kerugian ditangggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan disebabkan oleh pengusaha,pengelola modal.
8.      Implementasi mudharabah dalam perbankan syariah adalah:
a.       Dalam sisi pendanaan meliputi Tabungan berjangka dan Deposito spesial.
b.      Dalam sisi pembiayaan, al mudharabah diterapkan untuk  Pembiayaan modal kerja dan Investasi khusus.


B.     Saran
Diharapkan setelah mengkaji makalah ini, mahasiswa dapat memahami dengan baik menegenai akad mudharabah serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

  











Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dasar Pertimbangan Pemilihan Media Pembelajaran

EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM

ULUMUL HADITS : ILMU RIWAYAH DAN DIRAYAH